Selasa, 26 April 2011

TEKNIK MEMBERDAYAKAN DIRI SENDIRI

Fajar Sudarwo (Mas Jarwo)

Mengenal Diri Sendiri

Ketika tulisan ini kususun, saya dalam kondisi sedang duka ditinggal ayah kandungku tercinta untuk selama lamanya. Lebih lebih belum segenap satu tahun adiku yang aku sayangi juga meninggalkanku dari dunia nyata ini. Sungguh satu ujian bagi saya sebagai seorang motivator masyarakat. Hampir setiap hari pekerjaanku memotivasi orang selama lebih dari 20 tahun. Namun sejak kecil saya belum berhasil untuk memotivasi diriku sendiri. Berbagai teknik memotivasi diri telah aku lakukan namun sungguh berat memotivasi diri ini. Kadang saya malu dan hampir putus asa pada diriku sendiri, mengapa saya berani memposisikan profesiku sebagai motivator warga sedangkan memotivasi diriku sendiri masih jatuh bangun.

Tulisan ini sesungguhnya untuk diriku sendiri, namun apa salahnya saya postingkan ke umum agar bisa diberi masukan oleh orang orang yang menyayangi diriku. Sejujurnya saya sedang dalam kondisi down sekali. Ternyata dari pengenalanku pada diriku belum selesai. Saya terlalu sombong dan lalai pada diriku, mengapa selama ini saya lebih tertarik untuk mengenali warga masyarakat dan orang lain dari pada diriku sendiri? Oleh karena itu saya mencoba untuk mengurangi kesombongan dan kelalaian tersebut. Walaupun dalam teori pengenalan diri yang pernah disampaiakan Pak Johari bahwa manusia mempunyai indentitas yang hanya bisa dikenali dirinya tidak lengkap dan semestinya dilengkapi oleh orang lain. Namun pada saat ini saya mencoba melakukan “simulasi dan mengempati” dimana saya mencoba untuk menjadi diriku dan menjadi diri orang lain yang mengenali diriku.

Sebagai motivator saya berusaha untuk mengerti dan memahami berbagai cara untuk mengenal diri, mulai dari golongan darah, waktu detik kelahiran, weton hari kelahrian, pasaran hari kelahiran, bulan (zodiac) kelahiran, musim ketika lahir, tahuan (sio) kelahiran, garis tangan, warga kulit, warna rambut dan sifat rambut, warna bola mata, letak tai lalat, jumlah dan letak “uyeng-uyeng di kepala”, bentuk dagu, bentuk wajah, bentuk tubuh dan sebagainya. Semua yang ada pada tubuhkan saya analisis dalam perspektip spiritual. Dalam perspektip spiritualitas-ku bahwa semua yang ada pada diriku adalah merupakan karunia Allah Yang Maha Esa dan Maha kasih. Karunia itu saya kelola dan saya optimalkan untuk mendukung visioning dalam pikiran dan saya topang dengan penumbuh kembangkan kekuatan hatiku yang kuhiasi dengan serba keriangan dan senyum terkembangku, hal itu sebagai upaya untuk mengurangi semua kerisauan dan berbagai kehawatiran.

Hasil analisisku terhadap diriku melalui tanda tanda yang ada ada diriku sebagai karunia Allah, ternyata saya mendapat tantangan untuk menguatkan kelemahan dan kerentananku, mengubah keburukan yang ada pada diriku menjadi lebih maik, dan menutup dan menambah berbagai kekurangan yang ada padaku. Saya berusaha memantapkan dan mengukuhkan kembali hati dan pikiranku untuk menjadi master semua yang ada pada diriku. Ketika master diriku kulantik kembali maka mulailah dia bekerja mengorganisir apa yang ada pada diriku.

Membangun Komunikasi dengan Sang Pencipta, Sebagai Kekuatan Master diriku

Master diriku selalu mengalami stress yang ditimbulkan oleh beraneka ragam persoalan hidup yang saya alami. Saya tidak bijaksana kalau persoalan tersebut saya tumpahkan pada master diriku saja atau kuserahkan pada orang lain. Karena master diriku mempunyai keterbatasan dan kelemahan kalau terus menerus didera oleh berbagai persoalan hidupku. Juga tidak mungkin ada orang lain yang terus sabar dan tekun menjadi tempat curahan dan keluhan keluhanku. Oleh karena itu hanya pada yang membuat hidupku saja semua kucurahkan dan kudialogan kapanpun dimanapun saya suka dan membutuhkan.

Saya sadar mendapat anugrah dan karunia berupa emosi yang cepat meledak dan memicu kemarahan. Master diriku sangat sulit sekali mengendalikan emosiku yang sering meledak ledak dan kemarahanku yang liar. Maka untuk membantu master diriku saya selalu membangun komunikasi untuk mendapatkan energy dari Allah untuk mengatur dan mengelola melalui peningkatan daya sang master diriku itu.

Saya adalah tipe manusia yang suka berkarya, namun sedikit sekali yang langsung berhasil dan sukses. Sehingga master diriku sering meletakan jabatannya atau berputus asa. Pada detik detik meletakan jabatan master tersebut, master diriku melakukan tibang terima dengan Yang Maha Kuasa. Dari sanalah ternyata sering mendapatkan mandat baru baik untuk melanjutkan atau diberi mandat yang berbeda sama sekali.

Sebagai pelatih manajemen sumberdaya manusia, ternyata dalam kesehariannya semua yang saya rencanakan sering tidak terlaksanakan bahkan sering sekali terjadi berbagai peristiwa yang terjadi diluar perencaan dan dugaanku. Master diriku sering sekali mengalami kebingungan bahkan mengalami “disorientation”. Pada saat itulah saya menyerahkan master diriku pada kehendak yang Illahi. Ketotalitasan master diriku kuserahkan kepadaNya, ternyata semua peristiwa yang tidak terduga dan tidak terencana menjadi bagian penting dalam kehidupanku.

Sejak lahir kata Ibuku saya mempunyai daya tahan tubuh yang lemah, sering sakit sakitan bahkan mentalku sejak kecil adalah penakut, minder dan sering merasa rendah. Dengan kelemahan dan kerentananku itu saya mempunyai tingkat ketergantungan yang sangat tinggi dengan penciptaku. Tiada detik yang sampai saya terlepas dariNya. Hanya perlindungan dan kekuatan dari Nya, saya masih bertahan sampai sekarang tanpa harus banyak merepotkan para medis dan dokter.

Berbagai nasehat yang aku terima dari para seniorku bahwa orang yang mengenali dan menjiwai kelemahan dan kekurangan dirinya. Membuat orang menjadi lebih terbuka terhadap kelemahan dan kekurangan sesama mereka yang tekun berdoa dengan baik memiliki sikap yang lebih terbuka terhadap sesamanya karena ia akan terbantu dalam doa-doanya untuk menyadari juga kelemahan-kelemahan nya sendiri. Meningkatkan daya cinta kasih kepada diri sendiri dan orang lain ketekunan dalam doa membuat seseorang memiliki relasi intim dengan Tuhan Allah. Allah sendiri adalah kasih maka mereka yang tekun berdoa niscaya memiliki daya cinta kasih yang lebih kepada diri sendiri dan sesamanya. Mereka yang terjerumus dalam narkoba pastilah orang yang tidak tekun berdoa karena tidak mampu mencintai dan mengasihi diri sendiri. Berkomunikasi dengan Sang Pencipta kehidupan ini ternyata dari pengalamanku dapat meningkatkan kemampuan dalam mengembangkan diri. Kata para akhli spiritualitas, bahwa seseorang yang dalam hidupnya tekun untuk berdoa akan memiliki kekuatan dan kemampuan untuk mengembangkan diri dengan lebih maksimal, karena ia akan semakin memahami talenta-talenta yang Tuhan berikan dan bagaimana seharusnya dikembangkan.

Bersohabat dengan Keberuntungan

Tulisan ini adalah bukan tulisanku namun saya mendapat dari kawan yang dermawan posting di google. Tulisan ini penting untuk diriku sebagai pendongkrak kondisi mastr diriku yang sedang down. Professor Richard Wiseman dari University of Hertfordshire Inggris, mencoba meneliti hal-hal yang membedakan orang2 beruntung dengan yang sial. Wiseman merekrut sekelompok orang yang merasa hidupnya selalu untung, dan sekelompok lain yang hidupnya selalu sial-bermasalah. Memang Ternyata memang orang yang beruntung bertindak berbeda dengan mereka yang sial.

Berdasarkan hasil penelitian yang diklaimnya “scientific” ini, Wiseman menemukan 4 faktor yang membedakan mereka yang beruntung dari yang sial. Keempat faktor tersebut adalah:

Pertama; Sikap terhadap peluang orang beruntung ternyata memang lebih terbuka terhadap peluang. Mereka lebih peka terhadap adanya peluang, pandai menciptakan peluang, dan bertindak ketika peluang datang. Bagaimana hal ini dimungkinkan? Ternyata orang-orang yg beruntung memiliki sikap yang lebih rileks dan terbuka terhadap pengalaman-pengalaman baru. Mereka lebih terbuka terhadap interaksi dengan orang-orang yang baru dikenal, dan menciptakan jaringan-jaringan sosial baru. Sebaliknya, kelompok Orang yang sial memiliki perasaan dan sikap yang lebih tegang sehingga tertutup terhadap kemungkinan- kemungkinan baru. Menggunakan intuisi dalam membuat keputusan.

Kedua; Orang yang beruntung ternyata lebih mengandalkan intuisi daripada logika.
Keputusan-keputusan penting yang dilakukan oleh orang beruntung ternyata sebagian besar dilakukan atas dasar bisikan “hati nurani” (intuisi) daripada hasil otak-atik angka yang canggih. Angka-angka akan sangat membantu, tapi final decision umumnya dari “good feeling”. Yang barangkali sulit bagi orang yang sial adalah, bisikan hati nurani tadi akan sulit kita dengar jika otak kita pusing dengan penalaran yang tak berkesudahan. Makanya orang beruntung umumnya memiliki metoda untuk mempertajam intuisi mereka, misalnya melalui meditasi yang teratur. Pada kondisi mental yang tenang, dan pikiran yang jernih, intuisi akan lebih mudah diakses. Dan makin sering digunakan, intuisi kita juga akan semakin tajam.

Ketiga; Selalu berharap kebaikan akan datang Orang yang beruntung ternyata selalu bersikap positif terhadap kehidupan. Berprasangka dengan optimis bahwa kebaikan akan datang kepadanya. Dengan sikap mental yang demikian, mereka lebih tahan terhadap ujian yang menimpa mereka, dan akan lebih positif dalam berinteraksi dengan orang lain.

Keempat; Mengubah hal yang buruk menjadi baik, Orang-orang beruntung sangat pandai menghadapi situasi buruk dan merubahnya menjadi kebaikan. Bagi mereka setiap situasi selalu ada sisi baiknya. Dalam salah satu tes nya Prof Wiseman meminta peserta untuk membayangkan sedang pergi ke bank dan tiba-tiba bank tersebut diserbu kawanan perampok bersenjata. Dan peserta diminta mengutarakan reaksi mereka. Reaksi orang dari kelompok sial umunya adalah: “wah sial bener ada di tengah2 perampokan begitu”. Sementara reaksi orang beruntung, misalnya adalah: “untung saya ada disana, saya bisa menuliskan pengalaman saya untuk media dan dapet duit”. Apapun situasinya orang yg beruntung pokoknya untung terus. Mereka dengan cepat mampu beradaptasi dengan situasi buruk dan merubahnya menjadi keberuntungan.

Jadi, menurut Profesor Richard Wiseman, rahasia orang yang beruntung adalah cukup sederhana. Dikatakannya, hampir semua orang normal juga bisa beruntung. Termasuk anda. Apakah sudah Siap mulai menjadi si Untung? First, Open your Mind, and Enjoy your life……

Mencari daya dukung;

Ketika master diriku sedang dalam kondisi down, saya selalu mencari berbagai daya dukung dari sumber sumber yang saya anggap tepat pada diriku. Salah satu sumber itu saya ambil dari tulisan Joe Gatuslao di google sebagia berikut:

Mana kala apa yang kita pikirkan tidak tepat, TUHAN berkata, “TIDAK.”
Tidak – kala pemikiran itu bukan pemikiran yang terbaik
Tidak – kala pemikiran itu sama sekali salah
Tidak – walaupun pemikiran tersebut mungkin saja dapat menolongmu, namun juga akan menimbulkan masalah bagi orang lain

Mana kala waktunya tidak tepat, TUHAN berkata, “PERLAHANLAH.”
Apa jadinya kelak bila TUHAN menjawab setiap doa secepat kita menjentikkan jari-jari kita? Tahukah engkau apa yang akan terjadi?
Tuhan akan menjadi hambamu, bukan Tuanmu.
Tiba-tiba saja TUHAN mengabdi kepadamu, bukan engkau yang mengabdi
kepada-NYA.

Mana kala engkau berbuat kesalahan, TUHAN berkata, “BERTUMBUHLAH.”
Orang yang mementingkan dirinya sendiri harus bertumbuh di dalam ketidak-egoisan.
Orang yang terlalu berhati-hati harus bertumbuh di dalam keberanian.
Orang yang suka menguasai orang lain harus bertumbuh di dalam kepekaan.
Orang yang senang mencela harus bertumbuh didalam tenggang rasa.
Orang yang selalu berpikiran negatif harus bertumbuh di dalam sikap positif.

Orang yang senang mencari kepuasan jasmani harus bertumbuh di dalam berbagi rasa dengan orang-orang yang menderita.

Mana kala semuanya telah benar, TUHAN berkata, “PERGILAH.”
Mukjizat terjadi:
Pecandu berat alkohol dilepaskan.
Pecandu obat bius menemukan kebebasannya.
Yang ragu-ragu menjadi percaya layaknya seorang anak kecil.
Jaringan tubuh yang terkena penyakit mulai menjadi sembuh karena pengobatan.

Pintu yang menuju ke arah impianmu tiba-tiba terbuka dan berdirilah Tuhan di sana sambil berkata, “PERGILAH!”

Ingatlah:
Penundaan oleh TUHAN bukan berarti pengingkaran janji TUHAN.
Waktunya TUHAN sempurna adanya.
Kesabaran adalah yang kita perlukan dalam berdoa.

Ketika saya selesai menulisan ini, master diriku bangkit kembali…semoga anda yang ikut membaca tulisanku ini juga bisa membangkitkan master diri anda untuk tetap tergar dan tangguh…Amin

Bojonegoro, 26 April 2011

Pemberdayaan Melaui Ruang Belajar Warga

<!--[if gte mso 9]> Normal 0 false false false EN-US X-NONE X-NONE MicrosoftInternetExplorer4

Pemberdayaan Masyarakat Melaui Ruang Belajar Warga

Fajar Sudarwo[1]

MENGAPA PENTING PENGUATAN MASYARAKAT

Saat ini masyarakat Indonesia dan termasuk Kabupaten Bantul Propinsi D.I.Yogyakarta sudah saatnya untuk serius menguatkan masyarakat. Kalau penguatan masyarakat sampai terlalaikan niscaya bangsa Indonesia akan “hilang bersama angin” seperti yang telah diprediksi oleh Kibut nya bangsa Israel. Dalam ceritera Kibut, bahwa masyarakat yang lemah; hedonis (memanjakan diri), konsumeris (suka belanja), pragmatis (hanya mementingkan kenikmatan / kemanfaatan sesaat), instan ( tidak tekun dalam berproses), dan berekonomi rente atau maklar, masyarakat tersebut akan tergilas oleh roda globalisasi dan pasar bebas.

Ketika masyarakat lemah maka akan menghasilkan para pemimpin yang tidak jauh dari karakter para pemilihnya. Akibatnya negara yang semestinya menjadi pelindung dan pengayom tidak mampu berbuat apapun untuk menolong warga negaranya. Negara akan menjadi bulan bulanan dan bahan olok olokan semata, demokrasi akan menjadi ajang perebutan uang politik, hukum akan menjadi pelindung kalangan berada (the have), pendidikan akan menjadi indutri ijazah untuk memuaskan warga yang punya, kesehatan menjadi hal yang mahal, peluang kerja dan usaha swasta menjadi pilihan kedua karena hampir semua angakatan kerja muda lebih suka berebut sebagai aparatusnya negara. Seni budaya tereksploatasi menjadi pasokan industri hiburan dan hura hura, agama bisa menjadi pilihan untuk kekuatan memaksa kehendaknya, kaum mayoritas bisa menjadi kaum yang arogan dan menindas sesamanya. Lokalitas bukan lagi modal kearifan alamnya namun bisa menjadi sejata untuk mendiskriditkan pendatangnya.

Ketika masyarakat lemah, kemiskinan bukan lagi aib dan kenistaan namun menjadi identitas untuk menuntut “hak hak” nya agar mendapat bantuan dan berbagai perhatian bagi dirinya. Sebaliknya bantuan yang diberikan bukan lagi untuk meningkatkan kualitas hidup yang menerima, namun lebih menjadi alat tebar pesonanya. Akibtnya si penerima menjadi malas dan manja, si pemberi mengumpulkan investasi sosial untuk basis politiknya. Warga hidup dalam mimpinya yang berakibat besar pasak dari pada tiangnya. Jalan pintas menjadi pilihannya walaupun penjara itu muara akhirnya itupun kalau sudah kalah dalam bergaining politiknya. Warga negara mudah diajak bermimpi ria baik kemasan idilogi dunia maupun idiologi agama, akibatnya bom di mana mana dan hipnotis menyebar luas bagaikan sambal petis pada orde lama.

Partispasi hanya di permukaanya, transparansi dan akuntabelitas baru ditingkat administrasinya sedangkan realitanya jauh berbeda. Uang bantuan dan hutang disamakan sama untuk memenuhi keinginannya bukan kebutuhannya. Begitu juga program pembangunan dan pemberdayaan realitanya sama hanya berbeda bahasa dan pilihan katanya. Akibatnya kemandirian jauh dimata yang ada adalah karakter ketergantungannya. Beberpa motivator usaha hampir sama dengan para penjual busa, sehingga yang laris adalah cara gila untuk kaya, dan modal hutang untuk kesuksesanya.....luar biasa nekadnya. Sebagian fasilitator lebih serius mendampingi adminstrasinya dan project nya dari pada warganya, karena tenaganya lebih banyak untuk melayani atasnya dan terpaksa mengabiakan tugas dan fungsinya.

Lemahnya masyarakat karena; Pertama, traadisi belajar warga sudah “terganggu” oleh hingar bingarnya acara televisi di rumahnya. Akibatnya sinetron menjadi acuan hidupnya, gosip menjadi kesukaannya, kekerasan dan penistaan manusia sebagai hiburannya. Berita orang yang berprestasi diabaikan, berita orang sengsara dan menderita lebih di suka bukan untuk membantunya dan sekedar sebagai penontonnya. Kedua, pendidikan formal dan informal lebih berfokus pada skill ketimbang sikap dan penjiwaannya, dan materi belajar distandarisasi yang mengabaikan local soft knowlidge and local soft skill. Akibatnya dua faktor tersebut, hampir semua kehidupan warga diserahkan pada industri mulai pemenuhan makan, sandang, papan, kesehatan, pendidikan dan kesenian.

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI RUANG BELAJAR MASYARAKAT

Masyarakat yang lemah hanya salah satu obatnya yaitu dikuatkan dayanya atau diberdayakan dirinya. Pemberdayaan warga lebih mudah untuk topik diskusi dan seminar dari pada untuk dilakukan. Karena proses pemberdayaan bukan pekerjaan semuda membalik satu telapak tangan namun pekerjaan yang mendorong orang untuk uji keberanian dalam merubah sikap dan kebiasaanya. Penguatan masyarakat dari dalam dirinya cukup menyakitkan tidak seenak mendapat bantuan program pembangunan. Proses pemberdayaan bagaikan orang sedang berlatih olah raga angkat besi yang berlatih menanggung beban pada badanya. Ketika orang tidak pernah mengangkat beban berat, dia mencoba mengangkatnya maka akan kesakitanlah badanya. Secara spiritualitas pemberdayaan adalah proses melatih diri untuk menikmati kesakitan dan penderitaan untuk meningkatkan kualitasnya dan meningkatkan dayanya. Dengan demikian proses pemberdayaan masyarakat juga proses melatih masyarakat untuk menambah dayanya yang biasanya akan terjadi konstraksi yang terasa membawa penderitaan. Maka dari itu inti dari proses melatih warga untuk berdaya adalah dengan mentradisikan kemabli adanya ruang belajar masyarakat itu sendiri. Tanpa ada tradisi belajar di dalam masyarakat, proses pemberdayaan akan lebih banyak memberi stimulant. Stimulant yang tidak diimbangi dengan proses belajar akan membubung kembali sebagai bentuk bantuan bantuan pembangunan.

Makna belajar itu sendiri menurut para akhli pendidikan adalah perubahan berbagai bentuk perilaku, dari ranah kognitif, afektif, dan/atau psikomotor. Tidak terbatas hanya penambahan pengetahuan saja. Sifat perubahannya relatif permanen, tidak akan kembali kepada keadaan semula. Tidak bisa diterapkan pada perubahan akibat situasi sesaat, seperti perubahan akibat kelelahan, sakit, mabuk, dan sebagainya. Perubahannya tidak harus langsung mengikuti pengalaman belajar. Perubahan yang segera terjadi umumnya tidak dalam bentuk perilaku, tapi terutama hanya dalam potensi seseorang untuk berperilaku. Perubahan terjadi akibat adanya suatu pengalaman atau latihan. Berbeda dengan perubahan serta-merta akibat refleks atau perilaku yang bersifat naluriah. Perubahan akan lebih mudah terjadi bila disertai adanya penguat, berupa ganjaran yang diterima - hadiah atau hukuman - sebagai konsekuensi adanya perubahan perilaku tersebut. perasaan bangga dalam diri karna dapat mengerti dan paham akan apa yang di pelajari.

Pembelajaran adalah proses interaksi peserta belajar dengan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan sumber belajar agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta belajar. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Disisi lain pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip dengan pengajaran, tetapi sebenarnya mempunyai konotasi yang berbeda. Dalam konteks pemberdayaan masyarakat peserta belajar dapat belajar dan menguasai isi pelajaran hingga mencapai sesuatu objektif yang ditentukan (aspek kognitif), juga dapat memengaruhi perubahan sikap (aspek afektif), serta keterampilan (aspek psikomotor) seorang peserta belajar. Proses pembelajaran menyiratkan adanya interaksi antara sumber belajar dengan peserta belajar. Pembelajaran yang berkualitas sangat tergantung dari motivasi dan kreativitas peserta belajar. Pembelajar yang memiliki motivasi tinggi ditunjang dengan sumber belajar yang mampu memfasilitasi motivasi tersebut akan membawa pada keberhasilan pencapaian target belajar. Target belajar dapat diukur melalui perubahan sikap dan kemampuan peserta belajar.

Hakikat Pembelajaran Konstruktivisme Untuk Pemberdayaan

Pembentukan pengetahuan menurut konstruktivistik memandang peserta belajar yang aktif menciptakan struktur-struktur kognitif dalam interaksinya dengan lingkungan. Dengan bantuan sumber belajar kognitifnya ini, subyek menyusun pengertian realitasnya. Interaksi kognitif akan terjadi sejauh realitas tersebut disusun melalui struktur kognitif yang diciptakan oleh peserta belajar itu sendiri. Struktur kognitif senantiasa harus diubah dan disesuaikan berdasarkan tuntutan lingkungan dan organisme yang sedang berubah. Proses penyesuaian diri terjadi secara terus menerus melalui proses rekonstruksi. Hal terpenting dalam teori konstruktivisme adalah bahwa dalam proses pembelajaran, peserta belajar yang harus aktif mengembangkan pengetahuan mereka, bukan pembelajar atau orang lain. Mereka yang harus bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya. Penekanan belajar peserta belajar secara aktif ini perlu dikembangkan. Kreativitas dan keaktifan peserta belajar akan membantu mereka untuk berdiri sendiri dalam kehidupan kognitif peserta belajar sehingga belajar lebih diarahkan pada experimental learning yaitu merupakan adaptasi kemanusiaan berdasarkan pengalaman konkrit di laboratorium, diskusi dengan teman sekelas, yang kemudian dikontemplasikan dan dijadikan ide dan pengembangan konsep baru. Karenanya aksentuasi dari mendidik dan mengajar tidak terfokus pada si pendidik melainkan pada pebelajar. Beberapa hal yang mendapat perhatian pembelajaran konstruktivistik, yaitu: (1) mengutamakan pembelajaran yang bersifat nyata dalam kontek yang relevan. (2) mengutamakan proses, (3) menanamkan pembelajran dalam konteks pengalaman social, (4) pembelajaran dilakukan dalam upaya mengkonstruksi pengalaman.

Ide-ide konstruktivis modern banyak berlandaskan pada teori Vygotsky (Karpov & Bransford, 1995), yang telah digunakan untuk menunjang metode pengajaran yang menekankan pada pembelajaran kooperatif, pembelajaran betbasis kegiatan, dan penemuan. Empat prinsip kunci yang diturunkan dari teorinya telah memegang suatu peran penting. Salah satu diantaranya adalah penekanannya pada hakekat sosial dari pembelajaran. Ia mengemukakan bahwa peserta belajar melalui interaksi sesawa warga belajar dengan. Pada proses kooperatif, peserta belajar dihadapkan pada proses berfikir sesama warga. Vygotsky memperhatikan bahwa pemecahan masalah yang berhasil berbicara kepada diri mereka sendiri tentang langkah-Iangkah pemecahan masalah yang sulit. Dalam kelompok kooperatif, siswa lain dapat mendengarkan pembicaraan dalam hati ini yang diucapkan dengan keras oleh pemecah masalah dan belajar bagaimana jalan pikiran atau pendekatan yang dipakai pemecah masalah yang berhasil ini.

Aspek-Aspek Pembelajaran Konstruktivistik Pemberdayaan Masyarakat

Fornot mengemukakan aspek-aspek konstruktivitik sebagai berikut: adaptasi (adaptation), konsep pada lingkungan (the concept of envieronmet), dan pembentukan makna (the construction of meaning). Dari ketiga aspek tersebut diadaptasi terhadap lingkungan yang dilakukan melalui dua proses yaitu asimilasi dan akomodasi.

Aspek ssimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya. Asimilasi dipandang sebagai suatu proses kognitif yang menempatkan dan mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan baru dalam skema yang telah ada. Proses asimilasi ini berjalan terus. Asimilasi tidak akan menyebabkan perubahan/pergantian skemata melainkan perkembangan skemata. Asimilasi adalah salah satu proses individu dalam mengadaptasikan dan mengorganisasikan diri dengan lingkungan baru perngertian orang itu berkembang.

Aspek Akomodasi. Dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman baru seseorang tidak dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru dengan skemata yang telah dipunyai. Pengalaman yang baru itu bias jadi sama sekali tidak cocok dengan skema yang telah ada. Dalam keadaan demikian orang akan mengadakan akomodasi. Akomodasi terjadi untuk membentuk skema baru yang cocok dengan rangsangan yang baru atau memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu. Bagi Piaget adaptasi merupakan suatu kesetimbangan antara asimilasi dan akomodasi. Bila dalam proses asimilasi seseorang tidak dapat mengadakan adaptasi terhadap lingkungannya maka terjadilah ketidaksetimbangan (disequilibrium). Akibat ketidaksetimbangan itu maka tercapailah akomodasi dan struktur kognitif yang ada yang akan mengalami atau munculnya struktur yang baru. Pertumbuhan intelektual ini merupakan proses terus menerus tentang keadaan ketidaksetimbangan dan keadaan setimbang (disequilibrium-equilibrium). Tetapi bila terjadi kesetimbangan maka individu akan berada pada tingkat yang lebih tinggi daripada sebelumnya.

Ruang belajar masyarakat dalam perspektip pemberdayaan menggunkan penerapan prinsip andragogi dalam pendekatan pembelajaran orang dewasa dikarenakan upaya membelajarkan orang dewasa berbeda dengan upaya membelajarkan anak. Membelajarkan anak (pedagogi) lebih banyak merupakan upaya mentransmisikan sejumlah pengalaman dan keterampilan dalam rangka mempersiapkan anak untuk menghadapi kehidupan di masa datang. Apa yang di transmisikan didasarkan pada pertimbangan warga belajar sendiri, apakah hal tersebut akan bermanfaat bagi warga belajar di masa datang. Sebaliknya, pembelajar-an orang dewasa (andragogi) lebih menekankan pada membimbing dan membantu orang dewasa untuk menemukan pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam rangka memecahkan, masalah-masalah kehidupan yang dihadapinya. Ketepatan pendekatan yang digunakan dalam penyelenggaraan suatu kegiatan pembelajaran tentu akan mempengaruhi hasil belajar warga belajar.

Metode Pembelajara effektip untuk pemberdayaan

Belajar atau pembelajaran adalah merupakan sebuah kegiatan yang wajib dilakukan dalam proses pemberdayaan. Karena ia merupakan kunci sukses untuk menemukan visioning dirinya, mengenali potensi dirinya dan ketepatan untuk mengambil berbagai input stimulantnya. Melihat peran yang begitu vital, maka menerapkan metode yang efektif dan efisien adalah sebuah keharusan. Dengan harapan proses belajar mengajar akan berjalan menyenakngkan dan tidak membosankan. Di bawah ini adalah beberapa metode pembelajaran efektif, yang mungkin bisa kita persiapkan.

Metode Debat;

Metode debat merupakan salah satu metode pembelajaran dalam proses pemberdayaan masyarakat yang sangat penting untuk meningkatkan kemampuan daya pikir dan daya emosi peserta belajar. Materi ajar dipilih dan disusun menjadi paket pro dan kontra. Peserta belajar dibagi ke dalam beberapa kelompok dan setiap kelompok terdiri dari empat orang. Di dalam kelompoknya, peserta belajar (dua orang mengambil posisi pro dan dua orang lainnya dalam posisi kontra) melakukan perdebatan tentang topik yang ditugaskan.

Metode kooperatip

Pada dasarnya metode ini memfokuskan pada proses pembelajaran kooperatif, materi ajar yang menjadi pokok bahasanya memungkinkan peserta belajar saling membantu dan mendukung ketika mereka belajar materi dan bekerja saling tergantung (interdependen) untuk menyelesaikan tugas. Ketrampilan sosial yang dibutuhkan dalam usaha berkolaborasi harus dipandang penting dalam keberhasilan menyelesaikan tugas kelompok. Ketrampilan ini dapat diajarkan kepada peserta belajar dapat ditentukan untuk memfasilitasi proses kelompok. Peran tersebut mungkin bermacam-macam menurut tugas, misalnya, peran pencatat (recorder), pembuat kesimpulan (summarizer), pengatur materi (material manager), atau fasilitator dan peran guru bisa sebagai pemonitor proses belajar.

Metode Role Playing;


Metode Role Playing adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan peserta belajar. Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan peserta belajar dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati. Permainan ini pada umumnya dilakukan lebih dari satu orang, hal itu bergantung kepada apa yang diperankan. Kelebihan metode Role Playing adalah (1) melibatkan seluruh peserta belajar dapat berpartisipasi mempunyai kesempatan untuk memajukan kemampuannya dalam bekerjasama. (2) peserta belajar bebas mengambil keputusan dan berekspresi secara utuh. (3) Permainan merupakan penemuan yang mudah dan dapat digunakan dalam situasi dan waktu yang berbeda.

Metode Pemecahan Masalah (Problem Solving).


Metode pemecahan masalah (problem solving) adalah penggunaan metode dalam kegiatan pembelajaran dengan jalan melatih peserta belajar menghadapi berbagai masalah baik itu masalah pribadi atau perorangan maupun masalah kelompok untuk dipecahkan sendiri atau secara bersama-sama. Orientasi pembelajarannya adalah investigasi dan penemuan yang pada dasarnya adalah pemecahan masalah.


Metode Investigasi Kelompok (Group Investigation);


Metode investigasi kelompok sering dipandang sebagai metode yang paling kompleks dan paling sulit untuk dilaksanakan dalam pembelajaran kooperatif. Metode ini melibatkan peserta belajar sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi. Metode ini menuntut para peserta belajar untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam ketrampilan proses kelompok (group process skills).

. Metode seni budaya

Metode seni budaya biasanya menggunakan media trasdisonal adalah media pembelajaran warga yang sangat bagus untuk pembentukan karakter kuat atau karakter masyarakat yang berdaya. Seperti Dongeng adalah salah satu media tradisional yang pernah popular di Indonesia. Pada masa silam, kesempatan untuk mendengarkan dongeng tersebut selalu ada, karena merupakan bagian dari kebudayaan lisan di Indonesia. Bagi para ibu mendongeng merupakan cara berkomunikasi dengan putra-putri mereka, terutama untuk menanamkan nilai-nilai sosial, yang diturunkan dari generasi ke generasi. Di berbagai daerah di Indonesia, media komunikasi tradisional tampil dalam berbagai bentuk dan sifat, sejalan dengan variasi kebudayaan yang ada di daerah-daerah itu. Misalnya, tudung sipulung (duduk bersama), ma’bulo sibatang (kumpul bersama dalam sebuah pondok bambu) di Sulawesi Selatan (Abdul Muis, 1984) dan selapanan (peringatan pada hari ke-35 kelahiran) di Jawa Tengah, boleh dikemukan sebagai beberapa contoh media tradisional di kedua daerah ini. Di samping itu, boleh juga ditunjukkan sebuah instrumen tradisional seperti kentongan yang masih banyak digunakan di Jawa. Instrumen ini dapat digunakan untuk mengkomunikasikan pesan-pesan yang mengandung makna yang berbeda, seperti adanya kematian, kecelakaan, kebakaran, pencurian dan sebagainya, kepada seluruh warga masyarakat desa, jika ia dibunyikan dengan irama-irama tertentu.

Media tradisional dikenal juga sebagai media rakyat. Dalam pengertian yang lebih sempit, media ini sering juga disebut sebagai kesenian rakyat. Dalam hubungan ini Coseteng dan Nemenzo (dalam Jahi, 1988) mendefinisikan media tradisional sebagai bentuk-bentuk verbal, gerakan, lisan dan visual yang dikenal atau diakrabi rakyat, diterima oleh mereka, dan diperdengarkan atau dipertunjukkan oleh dan/atau untuk mereka dengan maksud menghibur, memaklumkan, menjelaskan, mengajar, dan mendidik. Sejalan dengan definisi ini, maka media rakyat tampil dalam bentuk nyayian rakyat, tarian rakyat, musik instrumental rakyat, drama rakyat, pidato rakyat- yaitu semua kesenian rakyat apakah berupa produk sastra, visual ataupun pertunjukkan- yang diteruskan dari generasi ke generasi (Clavel dalam Jahi, 1988). Nurudin (2004) mengatakan bahwa membicarakan media tradisional tidak bisa dipisahkan dari seni tradisional, yakni suatu bentuk kesenian yang digali dari cerita-cerita rakyat dengan memakai media tradisional. Media tradisional sering disebut sebagai bentuk folklor. Bentuk-bentuk folklor tersebut antara; Cerita prosa rakyat (mite, legenda, dongeng); Ungkapan rakyat (peribahasa, pemeo, pepatah); puisi rakyat, nyanyian rakyat; teater rakyat; Gerak isyarat (memicingkan mata tanda cinta); Alat pengingat (mengirim sisrih berarti meminang); Alat bunyi-bunyian (kentongan, gong, bedug dan lain-lain).

PERLUNYA KERJASAMA PEMDA, PELAKU PNPM DAN OMS

Program penguatan masyarakat sulit akan berhasil kalau hanya dilakukan tanpa ada kerja sama dari berbagai pihak. Karena program ini mempunyai tantangan yang cukup besar baik dari luar masyarakat maupun dalam masyarakat sendiri. Kerja sama yang dibutuhkan adalah kerja sama yang sistematis dan terstruktur dan berkelanjutan. Kerja sama yang sitematis adalah pola kerja sama yang masuk dalam governance yang menjadi standard operasional kerja setiap elemen. Kerjasama terstrukutur adalah kerja sama yang terdefrensiasi dalam berbagai fungsi fungsi keberadaan antar elemen. Sedangkan berkelanjutan adalah adalah alur kerja sama yang berproses secara terus menerus. Adapun hal hal yang menjadi faktor strategis dalam kerja sama adalah;

Kerja sama dalam perencanaan; pada tahap perencanaan sangat diperlukan adanya kerjasama antar elemen untuk penguatan masyarakat. Lebih lebih sistem perencanaan desa saat ini sudah menggunkan “satu desa satu perencanaan”. Dengan demikian program penguatan masyarakat harus masuk dalam perencanaan Pemerintah, Pelaku PNPM dan Organisasi Masyarakat sipil. Secara manajerial seluruh strukur perencanaan mulai dari goal, purppose dan objective sudah termakdub dalam perencaan masing masing elemen. Dalam perencaan sudah tertera secara teknis tentang output, indikator dan alokasi pendanaanya.

Kerja sama dalam publikasi; publikasi untuk program program penguatan masyarakat sangat memerlukan kerja sama yang kongrit. Karena publikasi adalah merupakan proses sosialisasi kepada piublik. Bentuk publikasi untuk program penguatan masyarakat yang paling tepat adalah menggunakan pendekatan konsultasi publik. Proses pelaksanaan konsultasi publik ini sangat memerlukan kerja sama dari berbagai pihak pemangku kepentingan. Kerja sama ini penting untuk membangun kesepemahaman makna, kesepemhaman tujuan, hasil dan proses. Masing masing pihak mempunyai peran yang berbeda dan pemelilihan media yang berbeda pula, namun harus mempunyai kesepahaman dalam makna.

Kerja sama dalam pengembangan kelembagaan; program penguatan masyarakat selalu dibutuhkan percepatan pengembangan kelembagaan untuk mengimbangi dinamika persoalan dan kebutuhan masyrakat. Percepatan pengembangan kelembagaan sangat diperlukan kerjasama simbiose mutualistis antar lembaga untuk saling mempercepat pengembangannya. Apa bila percepatan perkembangan kelembagaan tidak imbang justru akan menjadi faktor penghabat dalam proses pelaksanaan penguatan masyarakat itu sendiri.

Kerja sama dama pelaksanaa kegiatan; Program penguatan masyarakat selalu membutuhkan berbagai bentuk dan jenis kegiatan. Oleh karena itu dalam teknis pelksanaanya diperluka kerja sama antar pemengku kepentingan untuk mengkontribusikan sumberdayanya baik manusia, pengetahuan, teknologi dan pembiayaan. Setiap pemangku kepentingan mempunyai kelemahan dan keunggulan yang melekat pada dirinya> oleh karena itu dalam peksanaan program antar lebaga mampu memberi peran dan fungsi yang saling mengisi dan saling memberi sehingga terjadi sinergisasi dalam proses pelaksanaan program penguatan masyarakat.


[1] Fasilitaor Pemberdayaan Masyarakat- IRE, IGGRD, PFPM

Rabu, 20 Oktober 2010

Pemberdayaan Masyarakat Sebagai Penekatan Pendidikan Politik Untuk Mencegah Konflik Pemilukada [1]

Fajar Sudarwo (Mas Jarwo)[2]

Prediksi Konflik Pemilukada

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD mempredikasikan pemilihan kepala daerah (pilkada) yang digelar secara serentak pada 2010 berpotensi timbul banyak konflik. ''Pilkada 2010 marak konflik. BADAN Pengawas Pemilu (Ba-waslu) memprediksi potensi konflik pada pemilihan kepala daerah (pilkada) lebih besar dibandingkan dengan pemilihan legislatif (pileg) dan pilpres lalu. Hal ini disebabkan tingkat emosional dan rasa fanatisme masyarakat lebih tinggi kepada salah satu calon kepala daerah. "Isu putera daerah dan fanatisme warga daerah kepada calonnya sangat tinggi, ini menjadi indikator terjadinya konflik." jelas anggota Bawaslu Eka Cahya Widodo kepada Rahul Merdeka.[3]

Fakta konflik dalam proses demokrasi yang sampai pada formulasi perilaku kekerasan dan destruktip, sebagian orang mengatakan, dengan meminjam istilah Geertz, Indonesia tengah mengalami involusi demokrasi, sebuah periode keterbelakangan demokrasi. Kondisi ketika organ Negara sepertinya sudah tak mampu lagi mengurus rakyatnya, partisipasi warganegara pun sedemikian rendahnya, hanya terbatas pada ruang-ruang politik semata. Jamaknya state auxiliary agencies juga menjadi pertanda, ketidak mampuan Negara dalam melakukan pengurusan segala kepentingan Negara, termasuk pemenuhan hak-hak konstitusional warganegara. Hal ini terjadi di Indonesia sejak kemerdekaannya diploklamiskan pada 17 Agustus 1945. Walaupun sejak keluarnya Surat Sebelas Maret tahun 1966 dari Presden Soekarno kepada Soeharto terjadi adanya kestabilan politik secara semu. Dianggap semu karena hampir seluruh aspirasi politik warga negara ”dibungkam” dalam sistem politik tunggal Orde Baru.

Ketika rezim Orde Baru ”tumbang” tahun 1988, terjadi embrio redemokratisai yang dimulai dengan berkembangnya semangat reformasi. Sayangnya embrio redemokratisiasi ini hanya mampu menciptakan keterbukaan politik di tingkat permukaan. Itu pun hanya sekedar didominasi minoritas elite, rakyat kebanyakan tetap saja belum mempunyai kesadaran politik sebagai warganegara yang berkedaulatan pada rakyat. Akibatnya sebagai warga masyarakat kelas bawah hanya sekedar menjadi mesin pendulang suara waktu pemiliahan umum baik untuk prseiden, legislatip sampai pemilihan umum kepala daearah.

Sementara partai politik yang tumbuh dan berkembang pada era reformasi, boleh dibilang, masih cenderung terkonsentrasi mengurus partai dan administrasi kelembagaan partai. Perhatian dan pemberdaaan poltik terhadap konsituennya masih belum maksimal. Padahal dalam kondisi dan situasi politik seperti sekarang ini anggota masyarakat yang sudah mulai tertarik dan aktip menjadi konsituen partai politik belum cukup dibekali dengan berbagai kemampuan berpolitik. Di mana kebebasan, keterbukaan dan meluasnya demokrasi belum menjadi bagian dari modal utama partai politik dalam berperan aktif melakukan persambungan dan silaturrahmi politik. Oleh karena itu berbagai ekpresi konflik ”politik” yang belum matang akan keluar secara ’brutal” pada berbagai tahapan pemilihan umum. Berdasarkan Peraturan KPU No 20 Tahun 2008, tahapan pemilu legislative terdiri dari 9 tahapan, yaitu; Pemutakhiran data pemilih dan penyusunan daftar pemilih, Pendaftaran Peserta Pemilu dan Penetapan Peserta Pemilu, Penetapan jumlah kursi dan penetapan daerah pemilihan, Pencalonan anggota DPR, DPD, dan DPRD, Masa kampanye, Masa tenang, Pemungutan dan penghitungan suara, Penetapan hasil Pemilu, Sumpah/Janji DPRD Prov, DPRD Kab/kota. Titik rawan yang akan menjadi ajang konflik terbuka adalah pada tahap masa kampanye, penghitungan suara dan pada penetapan hasil pemilu. Alagi kalau secara teknis KPUD tidak mempesiapkan dengan baik akan pengorganisasiannya dan intrumen teknisnya, akan menjadi sasaran utama “amuk massa” bagi para konsituen yang terkeceakan dengan proses dan hasil pemilu kada. Fakta emunjukan bahwa energy konflik pmilukada akan teralihkan sasarnnya kepada KPUD dan berbagai elemen yang berhubungan dengan penyelenggaraan pemilukada tersebut.

Kurangnya Upaya Pendidikan Politik Warga

Tingkat kesadaran dan pemahaman politik sebagian besar masyarakat kita sangat rendah, kalangan keluarga miskin, petani, buruh, nelayan dan sebagainya belum cukup memiliki kesadaran politik yang tinggi karena disibukkan persoalan ekonomi daripada memikirkan segala sesuatu yang bermaknapolitik. Setiap individu yang berhubungan secara langsung dengan negara tidak mempunyai alternative lain kecuali mengikuti kehendak Negara, termasuk dalam hal pendidikan politik. Pendidikan politik kita lebih merupakan sebuah proses penanaman nilai-nilai dan keyakinan yang diyakini oleh penguasa dan elite politik.

Akhirnya rakyat merasakan adanya berbagai ketimpangan dan ketidakadilan, apalagi sampai saat ini hasil proses melihan langsung justru menjadi pendukung fakta empiris Negara belum kunjung melakukan pemajuan kesejahteraan sesuai harapan warga. Kondisi ini bisa terjadi sebagai akibat lemahnya desakan dan dorongan politik masyarakat terhadap elite politik sebagai operator Negara. Atau realitas politik yang memang tidak mengarah pada upaya peningkatan kesejahteraan warganegara, namun hanya sibuk mempertahankan kekuasaannya dan menanggapi berbagi reaksi lawan lawan poltiknya. Maka hakikat Negara yang reason d’etre-nya untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi hak-hak warganegara belum terwujud.

Realitas politik belum dibangun untuk mengarah pada pemajuan hak-hak warganegara. Proses politik yang ada belum mendorong sebuah masyarakat politik yang kuat, yang mampu mendesakkan kepentingan rakyat secara keseluruhan. Masyarakat politik yang kuat tidak tercipta sekadar dengan pemahaman rakyat atas proses atau mekanisme politik yang harus dilaluinya. Melainkan, terlebih dahulu mereka harus memahami hak-haknya sebagai warganegara, baik hak politik maupun hak sosialnya. Relasi Negara—yang merupakan realitas politik—dengan warganegara harus ditata kemabali dengan pendekatan hak, agar supaya realitas politik terus mengarah pada pemenuhan hak-hak warganegara. Melalui perspektif hak, kiranya ada penegasan bahwa hak-hak warganegara diakui, dijamin, dan akan dimajukan, tidak sekedar tertulis di konstitusi. Harapannya, ada sebuah pendekatan baru yang dibangun untuk menyongsong Pemilukada. Rakyat tidak hanya diarahkan atau ditingkatkan kesadarannya untuk membangun komitmen politik dengan elite politik. Tetapi dikuatkan pula kemampuan untuk menciptakan sebuah komitmen sosial. Pemilukada tidak lagi sekedar menjadi hajatan rutin atas nama demokrasi, melainkan sebuah moment politik untuk mempertegas kontrak sosial rakyat dan Negara.

Pemilihan umum dan pemilukada yang berlangsung belum menggerakan kesadaran poltik rakyat sebagai warganegara yang memegang kedaualatan. Padahal penggerakan kesadaran politik warga, adalah merupakan realitas politik keberpihakan. Karena pada tataran paradigma politik akan menentukan pada siapa atau kelompok mana, realitas politik akan berpihak. Menurut Marx, negera hanyalah sekedar panitia yang mengelola kepentingan kaum berkuasa secara menyeluruh, karenanya politik sebenarnya berkedudukan sebagai pemegang kekuasaan tertinggi (Budiman, 1997). Oleh karena itu, upaya penguatan kesadaran politik rakyat menjadi penting, agar rakyat tidak terus-menurus sekedar menjadi objek politik. Akan tetapi berkembang menjadi subjek politik, yang mampu mengarahkan realitas politik untuk berpihak kepada rakyat.

Pendidikan Politik Dengan Perspektip Pemberdayaan Masyarakat

Pendidikan politik pada tingkatan warga yang masih pada tahapan ”memenuhi” kebutuhan dasarnya atau sedang dalam menuju kesejahteraannya, diperlukan metode dan media yang mengakomodir kondisi tersbut. Pendidikan politik yang akhistoris atau yang tidak kontekstual dengan kebutuhan warga akan menjadi alat mimpi dan pembiusan masal belaka. Pendidikan politik akan dilecehkan dan akan tidak diterima oleh warga sendiri. Hal ini bisa dimengerti, bagaimana warga bisa mencerna dan memahami hal hal idiologis. ketika perut warga lapar, ketika anak sakit tidak terobati, ketika banyak pengangguran, ketika panghasilan dibawah upah minimum. Apabila pendidikan politik ahistoris dan hanya pada tataran permukaan yang mengungkit emosi emosi kepentingan. Maka yanag akan berkembang adalah politik uang atau politik ”bantuan”. Pemilukada akan menjadi momentum warga pemilih untuk mengharap adanya pembagian uang atau ”bantuan project politik”.

Dengan demikian pendidikan politik yang paling tepat pada saat ini adalah pendidikan politik yang berperspektip pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan adalah proses peningkatan daya masyarakat dalam meningkatkan kualitas kehidupannya. Bukan proses memberi bantuan masyarakat untuk meningkatkan kualitas kehidupannya namun menghilangkan potensi dan daya masyarakat sendiri. Maka dari itu metode dan media pendidikan politik yang berperspekti pemberdayaan adalah mempunyai dua output. Pertama Output strategis idiologis dan kedua adalah output praktis pragmatis basic need. Ada lima aspek pokok bahasana pendidikan poltik dengan perspektip pemberdayaan yaitu; Pertama; Penggerakan dan peningkatan daya warga dalam pemenuhan kebutuhan dasar. Kedua; Analisis kesadaran kritis terhadap lingkungan sosial, ekonomi, politik dan ekosisitem lingkungannya. Ketiga; Peningkatan membangun akses keberbagai pusat pusat sumberdaya yang dapat mendukung kehidupannya. Keempat; partisipasi dalam organisasi rakyat yang dapat menjadi proses berafiliasi dan berganing politik dengan partai poltik. Kelima; Membangun kemampuan dalam kontrol sosial dan berbagai kebijakan publik.

Pendidikan poltik dengan perspektip pemberdayaan masyarakat diperlukan kecerdasan dan kreativitas dalam pengemasan modul dan kurikulum. Modul dan kurikulum pendidikan politik yang terbagus adalah apabila menggunakan media kerja yang langsung menyentuh kepentingan dan kebututuhan warga. Metode yang paling tepat digunakan adalah menggunakan metode pendidikan orang dewasa dengan pendekatan partisipatip. Memang tidak mudah membuat pendidikan poltik dengan perpektip pemberdayaan, namun bukan berarti tidak bisa dilakukan...selamat mencoba.....!

***



[1] Paper bahan diskusi pada acara Peningakatan Pneidikan Politik Masyarakat Oleh KPUD Bojonegpro tgl 20 Oktober 2010

[2] Senior Peneliti IRE Jogjakarta

[3] Diambil dari Batviase.co.id pada Oktober 2010.